Marak Penjualan KTP, Pinjol Ilegal Diminta Segara Ditindak

- 29 Juni 2021, 16:00 WIB
Ilustrasi KTP
Ilustrasi KTP /PMJ News

KlikBondowoso.com- Beredar marak penjualan Kartu Tanda Penduduk disosial media membuat beberapa pihak melakukan inspeksi. 

Salah satunya pakar keamanan siber yang menilai hal tersebut sangat membahayakan keamanan data. 

Dilansir dari Hallo Bogor dalam artikel 'KTP Dijual Di Medsos, Pakar Keamanan Siber Minta Polri dan OJK Berantas Pinjol Ilegal'. 

Pakar Keamanan Siber dari Lembaga Riset Siber Indonesia Communication and Information System Security Researche (CissRec) Dr. Pratama Persada meminta pada Polri dan Otoritas Jasa Keungan (OJK) untuk berantas pinjaman oline (Pinjol) ilegal.

Hal itu, menyusul maraknya jual beli foto diri (selfi) yang memegang KTP secara tidak sah di media sosial.

Baca Juga: Setelah Gubernur Khofifah, Kini Wakil Ketua KPK asal Jember Terkonfirmasi Positif Corona

“Kasus selfi KTP yang diperjual belikan ini memang cukup meresahkan karena dibarengi atau diikuti dengan tindak kejahatan transfer tanpa sepengatahuan korban ke rekeningnya oleh pinjol ilegal," tutur Pratama.

Selfi dengan memegang KTP beredar di media sosial dan data seperti itu biasanya diminta ketika ingin meningkatkan status akun di e-commerce maupun jasa keuangan seperti bank dan teknologi finansial, imbuhnya.

Baca Juga: Kapal Mengapung di Samudra Atlantik Membawa 20 Mayat Misterius

Pratama juga merespon temuan adanya jual beli data pribadi di medsos yang dijual dengan harga mulai Rp.15 ribu hingga Rp.25 ribu tergantung pada kelengkapan identitas yang ada, serta baru atau lamanya data tersebut.

Menurutnya, jika ditelusuri asal mula kebocoran diperjualbelikan selfi KTP adalah dari vendor yang membantu verifikasi dari berbagai aplikasi.

Baca Juga: Ade Armando Tolak 3 Periode, Mahasiswa Tolak Jokowi Selesai Periode Ini

“Tidak hanya aplikasi populer semacam dompet digital, aplikasi seperti PLN mobile juga membutuhkan foto KTP selfi untuk verifikasi,” ungkapnya.

Pratama menyebutkan, untuk membantu verifikasi, ternyata diperbantukan pihak ketiga sebagai vendor.

Selain itu kata Pratama, kebocoran ada yang dari pinjol ilegal, bahkan jumlahnya cukup banyak. Mengingat, mereka ini tidak concern terhadap keamanan data.

“Jadi pelaku kejahatan siber mudah sekali meretasnya,” kata Ketua CissRec ini.

Kasus yang pertama kali viral,menurut pratama adalah pada saat pegawai vendor melakukan verifikasi OVO, ternyata langsung kontak lewat WhatSapp kepada orang yang datanya sedang diverifikasi.

Celah itu yang kemudian dimanfaatkan dengan menjual foto selfi kepada pinjol ilegal.

Pratama menuturkan, sebenarnya ada dua hal yang dilakukan pinjol. Pertama, pinjol melakukan transfer ke rekening pemilik KTP asli dengan harapan pinjol bisa menagih dengan bunga tinggi.

Yang kedua, pelaku yang memiliki foto KTP selfi ini bis saja membuat rekening palsu, kemudian melakukan apply ke pinjol dan transfer ke rekening yang mereka buat.

“Kedua hal tersebut, sama-sama merugikan masyarakat,” jelasnya. 

Dalam sisi lain Pratama menegaskan, bahwa Sistim Layanan Informasi Keuangan (SLIK) OJK seharusnya bisa menjadi solusi.

Namun, sayangnya rencana debitur financial teknologi (fintech) masuk SLIK OJK masih belum terealisasi.

“Yang bisa masuk hanya debitur fintech yang terdaftar di OJK. Sedangkan fintech pinjol ilegal tidak bisa,” ujarnya.

Menjadi masalah jika berurusan dengan fintech pinjol ilegal.Mereka tidak bias mendaftarkan debitur ke OJK. Jadi sejak awal mereka memilih jalan pedang dengan debt collector.***

Editor: Ridho Abdullah Akbar


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah