Mbah Kerto lalu mulai menekuni kembali dunia pertanian dan perdagangan mengikuti jejak sang ayah. Selama tujuh tahun ia harus tirakat membangun usahanya dari nol.
Saat itu Kerto bersumpah kepada dirinya sendiri akan tidur di luar rumah sampai dia bisa menyamai harta sang ayah dan saudara-saudaranya.
Padahal, suhu di Ranupane sangat dingin. Bahkan, di musim tertentu suhu bisa sampai 5 derajat celsius.
"Dua tahun saya tidur di luar karena saya sudah sumpah kepada diri saya sendiri akan tidur di luar sampai diberikan kesuksesan," ceritanya.
Tahun 1983 kesuksesan demi kesuksesan mulai mendatanginya. Panen kentang pertamanya di Desa Ranupane dibagikan kepada warga berupa uang koin sebanyak 70 kilogram.
Rupanya, sedekah itu mengantarkannya lebih sukses lagi. Dari ladang yang sempit kurang dari 1 hektare, kini tahun demi tahun lahannya mulai bertambah luas hingga kini mencapai 30 hektare lebih.
"Itu belinya dulu lahan gak luas, tapi uang panen sedikit demi sedikit saya kumpulkan buat beli lahan hingga akhirnya sampai seluas itu," tutupnya.*** (Rifqi Danwanus/kabarlumajang.com)