Bulan Suro Atau Muharram Bukan Bulan Sial, Berikut Penjelasannya

25 Juli 2021, 09:00 WIB
Keutamaan dan dalil dalam hadits shahih ibadah puasa 10 Muharram /UNSPLASH/ (@katekerdi)

KlikBondowoso.com - Setelah berlalunya bulan dzulhijjah, sebentar lagi akan memasuki bulan Muharram.

Bulan ini merupakan bulan pertama tahun Hijriyah. Juga merupakan bulan pertama kalender jawa.

Muharram (dalam kalender Hijriyah) atau bulan Suro dalam penyebutan pada kalender jawa, merupakan bulan yang dikeramatkan oleh sebagian masyarakat, terutama orang jawa.

Sebagian orang menganggap bulan suro atau muharram tidak dibolehkan untuk melangsungkan akad nikah.

Baca Juga: Rahasia Otak Cepat Memahami dan Mengingat Ala Ustad Adi Hidayat

Pengajar PP Hamalatul Qur'an Yogyakarta, Ustadz Ahmad Anshori mengatakan bahwa keyakinan yang seperti itu tentu saja tidak benar.
Berikut alasan dan penjelasan mengenai bulan muharram atau suro.

1. Muharram adalah salah satu dari empat bulan suci dalam Islam.

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menjelaskan keempat bulan ini, “Sesungguhnya waktu berputar ini sebagaimana ketika Allah menciptakan langit dan bumi. Satu tahun ada dua belas bulan. Diantara dua belas bulan itu, ada empat bulan suci (Syahrul Haram). Tiga bulan berurutan: Dzul Qo’dah, Dzulhijjah, dan Muharram, kemudian bulan Rajab suku Mudhar; antara Jumadi tsaniah dan Syaban.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Mengingat Muharram adalah bulan suci di sisi Allah. Ini menunjukkan, Muharram atau suro adalah bulan yang berkah, bukan bulan sial.

Baca Juga: 9 Amalan Utama Dibulan Dzulhijjah, Terutama Sepuluh Hari Pertama

2. Muharram adalah bulannya Allah.

Satu-satunya bulan yang Allah nisbatkan kepada diriNya yang maha mulia, adalah bulan Muharram.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sebaik-baik puasa setelah puasa Ramadhan adalah puasa pada bulan Allah Muharram” (HR. Muslim 1163)

Bagaimana mungkin bulan yang disebut Nabi shallallahu’alaihi wa sallam sebagai bulannya Allah, menjadi waktu yang sial? Padahal ini adalah waktu penuh keberkahan.

3. Tidak boleh mencela waktu.

Menganggap suro atau Muharram sebagai bulan sial, ini merupakan bentuk tindakan mencela waktu. Padahal mencela waktu dilarang dalam Islam.

Apalagi jika yang dicela adalah bulan yang istimewa, disebut sebagai bulannya Allah.

Nabi shallallahu’alaihiwasallam bersabda, “Janganlah kalian mencela dahr (waktu) karena Allah itu adalah dahr” (HR. Muslim, dari Abu Hurairah).

Seorang yang mencela waktu, dia telah mencela Tuhan yang mengatur waktu, yaitu Allah ‘azza wa jalla.

Baca Juga: Tiga Keutamaan Bulan Dzulhijjah, Umat Islam Harus Tahu

Dalam hadis yang lain juga diterangkan bahwa Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam bersabda, “Allah ‘azza wa jalla berfirman, "Anak Adam telah menyakiti-Ku, ia mencela dahr (waktu), padahal Aku adalah (pencipta) dahr. Di tangan-Ku segala perkara, Aku memutar malam dan siang," (HR. Bukhori & Muslim, dari Abu Hurairah).

Ibnu Katsir menukil pernyataan Imam Syafi’i dan Abu Ubaidah -rahimahumullah-, menjelaskan maksud hadits ini.

Dahulu orang Arab saat masa Jahiliah jika tertimpa musibah mereka berucap, “Dasar waktu sial..!”

Mereka menyandarkan sebab musibah itu kepada waktu, kemudian mencelanya. Padahal yang menciptakan segala kejadian adalah Allah.

Maka seakan-akan mereka telah mencela Allah ‘azza wajalla. Karena pada hakikatnya Allah yang menimpakan kejadian itu. Inilah sisi alasan larangan mencela waktu.

Baca Juga: Banyak Orang Yang Belum Tau, Inilah Manfaat Puasa Senin Kamis

4. Menganggap waktu sebagai sumber sial adalah budaya kaum Jahiliyah.

Orang Jahiliyah dahulu juga punya mitos yang sama, yang berbeda hanya bulannya.

Mereka meyakini menikah di bulan Syawal, dapat mengundang kesialan. Mitos ini kemudian ditepis oleh Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam dengan menikahi Aisyah di bulan Syawal.

Aisyah mengatakan, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menikahiku di bulan Syawal, dan mengadakan malam pertama denganku di bulan Syawal. Manakah istri beliau yang lebih mendapatkan perhatian beliau selain aku?”

Dengan demikian, menganggap Suro atau Muharram sebagai bulan sial, adalah perbuatan tasyabbuh (menyerupai) kaum Jahiliah.

Baca Juga: Belajar Tajwid Alquran Hukum Bacaan Idgham

5. Termasuk perbuatan Thiyaroh.

Dalam kajian masalah aqidah, berkeyakinan sial karena melihat peristiwa tertentu atau terhadap hari tertentu disebut thiyarah atau tathayur.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebut perbuatan ini sebagai kesyirikan.

Sebagaimana disebutkan dalam hadis dari sahabat Ibn Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Thiyarah itu syirik…, Thiyarah itu syirik…, (diulang 3 kali)” (HR. Ahmad, Abu Daud, Ibn Majah, dan yang lainnya. Syuaib Al-Arnauth mengatakan, Sanadnya shahih).***

Editor: N.A Pertiwi

Sumber: Berbagai Sumber

Tags

Terkini

Terpopuler