Sejarah Azan Pitu di Masjid Sang Cipta Rasa Cirebon, Masjid Peninggalan Sunan Gunung Jati

- 25 Juli 2021, 11:00 WIB
Azan Pitu yang dikumandangkan setiap Jumat di Masjid Sang Cipta Rasa menjadi tradisi yang sudah berlangsung sejak masa penyebaran Islam di Cirebon era Sunan Gunung Jati.
Azan Pitu yang dikumandangkan setiap Jumat di Masjid Sang Cipta Rasa menjadi tradisi yang sudah berlangsung sejak masa penyebaran Islam di Cirebon era Sunan Gunung Jati. /Antara

KlikBondowoso.Com - Sunan Gunung Jati adalah salah satu dari penyebar Islam Wali Songo di tanah Jawa. Makam Sunan Gunung Jati di komplek makam, Gunung Sembung, Cirebon, menjadi objek wisata religi, saat ini.

Ada yang unik dari peninggalan Sunan Gunung Jati. Yakni Azan Pitu. Azan ini dikumandangkan saat Sholat Jumat. Dan hanya terletak di Masjid Sang Cipta Rasa. Masjid yang berada di kompleks Keraton Kasepuhan, Cirebon.

Dinamakan Azan Pitu, karena ada tujuh orang yang menjadi muazin (orang yang mengundangkan Azan). Mereka menyerukan azan berbarengan.

Azan pitu ini, dikumandangkan saat azan pertama, setelah jamaah melaksanakan sholat sunnah.

Usai azan pitu, berikutnya dikumandangkan azan kedua yang dilakukan hanya oleh seorang muazin. Setelah itu barulah khatib naik mimbar untuk melakukan khutbah.

Dilansir PORTAL MAJALENGKA dengan judul Riwayat Azan Pitu Masjid Sang Cipta Rasa Cirebon yang Tak Ada di Tempat Lain.

Banyak yang meriwayatkan asal muasal azan pitu. Karenanya muncul banyak versi. Tidak jarang antara versi yang satu berselisih dengan versi lain.

Baca Juga: Apakah Santet Bisa Membuat Mati? Berikut Tanggapan Cindekiawan Nusantara

Namun dari semua versi, sama menuturkan bahwa riwayat Azan Pitu berhubungan erat dengan tokoh bernama Menjangan Wulung yang menolak syiar Islam oleh Sunan Gunung Jati di daerah Cirebon dan sekitarnya.

Pada versi yang dituliskan Antara, Azan Pitu merupakan gagasan istri Sunan Gunung Jati yang juga putri Tumenggung Cakrabuana, yakni Nyi Mas Pakung Wati.

Jabatan Tumenggung bergelar Cakrabuana diberikan sang ayah yang menjadi raja di kerajaan yang kemudian dikenal sebagai Siliwangi.

Saat masih pemuda, Tumenggung Cakrabuana disebut Raden Walang Sungsang. Setelah naik haji mendapat sebutan Abdullah Iman atau Ki Somadullah.

Versi Antara mendasarkan pada penuturan seorang muazin Azan Pitu yang juga pengurus DKM Masjid Agung Sang Cipta Rasa di tahun 2019, Moh Ismail.

Dalam wawancara dengan Antara itulah Ismail menceritakan siasat Nyi Mas Pakung Wati untuk menghadapi teror yang dilakukan Menjangan Wulung.

"Saat itu Masjid Agung Sang Cipta Rasa mendapat serangan dari Menjangan Wulu," kata Ismail, seperti ditulis Antara pada 2019.

Baca Juga: Tips Agar Suami Semakin Disayang Istri Ala Teungku Wisnu

Diceritakan, tokoh Menjangan Wulung tidak suka masyarakat berbondong-bondong mendatangi Masjid Sang Cipta Rasa untuk beribadah.

Masjid yang diperkaya dengan ornamen berasal dari keyakinan lama menyebabkan masyarakat tertarik mendatangi Masjid Agung Sang Cipta Rasa.

Keingintahuan masyarakat kian tergelitik ketika mendengar suara azan dikumandangkan dari masjid.

Saat itu Menjangan Wulung menyimpulkan, faktor yang mendorong masyarakat mendatangi Masjid Cipta Rasa adalah azan. Karena itu Menjangan Wulung memasang racun di atas masjid.

Racun itu sangat istimewa karena dapat menguap turun ketika azan dikumandangkan. Lantas racun tersebut menyerang muazin hingga terkapar dan tidak dapat melanjutkan azan.

Setelah mendapatkan keterangan, Nyi Mas Pakung Wati memerintahkan agar jumlah muazin ditambah. Analisisnya, sejauh ini racun hanya mengenai muazin dan tidak mencelakai jamaah.

Berdasarkan hal itu Nyi Mas Pakung Wati berasumsi, jika muazin ditambah maka kekuatan racun tidak menyerang semua muazin.

Baca Juga: Amerika Serikat Salahkan Youtube dan Facebook Atas Banyaknya Hoaks

Namun ternyata, setelah muazin menjadi dua orang, racun Menjangan Wulung tetap menebar teror. Dua muazin pun terkapar akibat racun.

Jumlah muazin ditambah lagi hingga tiga orang. Kejadian pun berlanjut hingga akhirnya Nyi Mas Pakung Wati memerintahkan agar jumlah muazin menjadi tujuh.

Ternyata kedigdayaan racun Menjangan Wulung tak mampu mencelakai ketujuh muazin.

Bahkan ketika kumandang azan oleh tujuh muazin selesai, terdengar suara ledakan sangat keras yang menandai hancurnya racun Menjangan Wulung berkat pertolongan Allah SWT.

Terdapat versi yang mengatakan, saat racunnya hancur, Menjangan Wulung pun terkapar karena terserang balik oleh kesaktiannya sendiri.

Sejak itu Azan Pitu dikumandangkan hingga saat ini. Setelah suasana kondusif, Azan Pitu hanya dikumandangkan pada Sholat Jumat. ***(Wardoyo/PortalMajalengka.Com)

Editor: Sholikhul Huda


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah