Khutbah Jumat Tema Mengukir Prestasi Dihadapan Ilahi

- 23 September 2021, 11:00 WIB
Khutbah Jumat Tema Mengukir Prestasi Dihadapan Ilahi
Khutbah Jumat Tema Mengukir Prestasi Dihadapan Ilahi /Pixabay

Ma’asyiral muslimin jama’ah Jumat rahimakumullah ...
Saat ini, kehidupan manusia telah berkembang dengan pesat dalam segala aspeknya. Dari segi jumlah mencapai milyaran, dari sisi penyebaran, ratusan bangsa bahkan ribuan suku yang masing-masing mengembangkan diri sesuai potensi yang bisa dikem-bangkan. Darinya pula muncul beragam bahasa, adat istiadat, budaya dan lain-lain, termasuk teknologi yang mereka temukan.

Namun, kalau kita renungkan semua itu adalah untuk jasmani kita (saja) agar hidup kita dalam keadaan sehat, tercukupi kebutuhan materi, tidak saling mengganggu, aman tentram dalam mengemban persoalan kehidupan. Inilah tuntutan “kasat mata” hidup seorang manusia.

Ma’asyiral muslimin, jama’ah Jumat rahimakumullah ...
Tak pelak dari perkembangan tersebut menimbulkan rasa gembira, puas, bangga, bahkan lebih dari itu, yakni sombong. Sebagai contoh, negara yang maju, kuat merasa lebih baik dan harus diikuti (baca: ditakuti) oleh negara yang lain. Orang kaya merasa lebih baik dari yang miskin, orang yang mempunyai jabatan dan kedudukan (tertentu yang lebih tinggi) merasa lebih baik dan pantas untuk diikuti oleh yang lain dalam segala tuntutannya.

Bahkan kadang-kadang, orang yang ditakdirkan Allah mempunyai “kelebihan” dari orang yang ditakdirkan “kekurangan” itu menyu-ruh (memaksa)-nya untuk mengerjakan hal-hal yang menyalahi ajaran agama Allah.

Ma’asyiral Muslimin, Jama’ah Jumat rahikumullah ...
Begitulah kecenderungan manusia dalam memenuhi hasrat hidupnya, kadang (atau bahkan sering) tidak mempedulikan perintah atau larangan Allah. Padahal dari aturan agama inilah manusia diuji oleh Allah-menjadi hamba yang taat atau maksiat. Itulah parameter yang pada saatnya nanti akan dimintai pertanggung-jawabannya.

Tetapi sekali lagi, karena tipisnya ikatan manusia dengan syariat Allah, manusia banyak yang tidak menghiraukan halal atau haram, karena memang manusia “tidak punyak hak” untuk menghalalkan atau mengharamkan sesuatu, kecuali kembali kepada syariat agama Allah.

Karena minimnya ilmu syar’i itulah yang menyebabkan banyak manusia terjerembab ke lembah kedurhakaan dan jatuh ke lumpur dosa. Bahkan tidak menutup kemungkinan, para pelakunya tidak merasa berbuat dosa, atau malah bangga dengan “amal dosa” itu, na’udzubillah.

Renungkanlah syair seorang tabi’in Abdullah Ibnul Mubarak:

رَأَيْتُ الذُّنُوْبَ تُمِيْتُ الْقُلُوْبَ وَيُوْرِثُكَ الذُّلَ اِدْمَانُهَا، وَتَرْكُ الذُّنُوْبِ حَيَاةُ الْقُلُوْبِ وَخَيْرٌ لِنَفْسِكَ عِصْيَانُهَا.

“Aku lihat perbuatan dosa itu mematikan hati, membiasakannya akan mendatangkan kehinaan. Sedang meninggalkan dosa itu menghidupkan hati, dan baik bagi diri(mu) bila meninggalkannya”

Halaman:

Editor: Sholikhul Huda


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah