Hukum Air Bekasan Jilatan Kucing, Berikut Tata Cara Mensucikannya

- 21 September 2021, 13:00 WIB
Hukum Air Bekasan Jilatan Kucing, Berikut Tata Cara Mensucikannya.
Hukum Air Bekasan Jilatan Kucing, Berikut Tata Cara Mensucikannya. /pixabay.com/congerdesign

KlikBondowoso.Com - Kucing adalah hewan peliharaan yang banyak disukai umat Islam.

Sebab selain cara peliharanya mudah, juga merupakan hewan yang disukai Nabi Muhammad Saw. Bahkan Nabi Muhammad Saw, memiliki kucing yang diberi nama Muezza.

Lantas bagaimana hukumnya air ketika habis dijilat kucing? Hukum air yang dijilat kucing adalah suci, sebagaimana yang diterangkan dalam hadits berikut:

Artinya: “Dari Kabsyah binti Ka‘ab ibn Malik, dan dia di bawah kekuasaan Abi Qatadah, bahwa Abi Qatadah masuk kepadanya, lalu ia menuangkan air wudhu untuknya, kemudian datanglah seekor kucing yang minum daripadanya, kemudian ia menyodorkan wadah itu kepadanya, sehingga minumlah kucing itu daripadanya. Kabsyah kemudian berkata, lalu Abi Qatadah melihat aku sedang memperhatikannya, kemudian ia berkata, herankah engkau hai anak perempuan saudaraku? Aku menjawab, ya, lalu ia berkata, sesungguhnya Rasul Saw bersabda, sesungguhnya kucing itu tidak najis, karena sesungguhnya ia adalah di antara binatang yang keluar masuk rumah kamu”.(H.R. Abu Dawud, al- Turmidhi dan al-Nasai)

Penjelasan Tafsir Hadits

Kata kunci dalam hadits ini adalah kucing dan jilatannya. Kucing merupakan hewan yang tidak bernajis. Alasannya adalah karena kucing sering keluar masuk rumah, sehingga sukar menjaga bejana, pakaian dan lain-lain daripada kucing.

Oleh karena itu, berdasarkan hadith di atas, mazhab menjadikan kucing sebagai hewan yang suci.

Hadits ini memiliki asbabulwurud sebagai berikut: Bahwa Abi Qatadah diberikan air wudhu, lalu ada seekor kucing datang ingin minum air tersebut. Maka Abi Qatadah memiringkan tempat wudhu itu hingga kucing tersebut minum darinya.

Lalu Abi Qatadah ditanya perihal itu, maka ia menjawab: Nabi Saw bersabda: sesungguhnya kucing itu tidak najis, kucing itu hanyalah binatang yang selalu mengelilingi dirimu.

Adapun al-Shan’ani berkata, “hadits ini di-sahih-kan oleh al- Bukhari, al-‘Uqaili dan al-Dar al-Qutni”. Bahkan oleh al-Turmidhi menilai hadits ini sebagai hasan sahih.

Bersamaan dengan itu, hadits ini memiliki penguat dengan sanad yang sahih yang diriwayatkan oleh imam Malik. Oleh karena itu, hadits ini memiliki banyak jalur periwayatan lain, meski ibn Mandah mencacati hadits ini dengan mengatakan bahwa Humaidah dan Kabsyah adalah perawi yang majhul.

Berdasarkan riwayat hadits di atas menunjukkan bahwa mulut kucing dan liurnya, oleh Syafii dinilai suci. Adapun AbiHanifah berpendapat di mana mulut kucing dan liurnya, seperti binatang buas, meski beliau kembali meringankan bahwa air liurnya adalah makruh.

Baca Juga: 5 Jenis Pembagian Air Fiqih Islam, Salah Satunya Air Suci Tidak Mensucikan

Baca Juga: 11 Pertanyaan Fikih Terkait Bersuci atau Thaharah, Salah Satunya Air yang Suci Mensucikan

Ia beralasan bahwa kucing itu tetap memiliki karakter yang buas, sehingga derajatnya sama dengan binatang buas.

Terlebih lagi di mana Nabi Saw pernah menyebutkan bahwa setiap binatang adalah najis, kecuali takaran bekasan adalah dua qullah. Alasan yang dipakai Hanafiyah ditolak di kalangan mazhab lainnya termasuk Syafii dan Maliki di mana sisa minuman kucing adalah suci.

Dan sesungguhnya kucing itu bukanlah binatang yang bernajis meski akan dikatakan dia binatang buas.

Jika demikian halnya, berarti keumuman lafaz binatang buas sebagaimana yang digambarkan di kalangan Hanafiyah tidak harus menyebutkan bahwa kucing itu binatang yang najis, dan ini sesuai dengan hadits di atas.

Meski demikian, Abu Hanifah berpendapat, bahwa menggunakan sisa makanan atau minuman kucing menunjukkan kepada makruh. Pendapat beliau ini didasarkan kepada hadits riwayat Abu Hurairah r.a. sebagai berikut

Artinya: Dari Nabi Saw bersabda: “Dibasuh bejana dari jilatan anjing tujuh kali dan dari jilatan kucing satu kali”. (H.R.Dar al-Qutni dan Baihaqi).

Baca Juga: Cara Mengatasi Bau Mulut, Salah Satunya Hindari Gula

Dalil ini oleh beliau dipahami karenakucing, biasanya memakan makanan yang bernilai najis. Oleh karena itu, sisa makanan dan minuman kucing adalah makruh, dan ini dipandang oleh AbuHanifah suatu yang wajar. Meski kemudian dalil yang dikemukakan Abu Hanifah diatas dibantah (al-Syafii) dengan argumentasi sebagai berikut.

Kalimat “dari jilatan kucing satu kali” bukanlah merupakan perkataan Nabi Saw, melainkan sesuatu yang ditambah berdasarkan perkataan Abu Hurairah sendiri. Keterangan ini telah dijelaskan oleh para ahli hadith, termasuk Baihaqi dan ahli hadits lainnya.***

Editor: Sholikhul Huda


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah