Rasanya tidak cukup jika sebutkan satu persatu di tulisan singkat ini.
Terkait ketetapan lailatul qadar, terjadi perbedaan pendapat. Ada banyak sekali pendapat tentangnya.
Ibnu Hajar al-Asqalani (w. 1449 M) dalam Fathul Bari menghimpun sebanyak kurang lebih 45 pendapat.
Hanya saja, menurut Ibnu Hajar, pendapat yang paling unggul adalah yang mengatakan terjadi pada tanggal-tanggal ganjil.
Lebih spesifik lagi, Imam Syafi’i mengatakan bahwa tanggal 21 dan 23 Ramadhan yang paling potensial.
Pendapat yang terakhir ini juga didukung oleh Syekh Nidzamuddin an-Naisaburi dalam Graraib al-Qur’an wa Raghaib al-Furqan. (Lihat: Fathul Bari, juz 5, halaman: 569)
Tentu, ada hikmah agung di balik dirahasiakannya malam agung itu. Berikut dipaparkan beberapa pendapat ulama terkait hikmah agung tersebut.
Syekh Fakhruddin al-Razi dalam Mafatih al-Ghaib menjelaskan, bahwa dalam beberapa hal terkait waktu memperoleh keutamaan dan balasan pahala besar dalam ibadah, sengaja Allah rahasiakan agar manusia berlomba-lomba memperolehnya.
Di mana pun dan kapan pun. Tanpa memandang waktu ataupun tempat tertentu.
Berikut al-Razi menjelaskan: