Seharusnya kata dia, sejak awal BNI melibatkan Dinas Pertanian. Sebab Dinas Pertanian yang dipercaya oleh pemerintah untuk menangani seluruh kebutuhan pertanian.
Dia menilai tak etis ketika BNI melakukan penunjukan langsung ke suplier penyedia bibit. Apalagi tidak ada MoU yang dibuat supplier bibit untuk menjamin pemasaran porang petani Bondowoso.
Baca Juga: Mutasi Aparatur Sipil Negara Disoal Oleh DPRD Bondowoso
Andi memaparkan, 75 persen dari nilai kredit 45 juta rupiah yang diterima, digunakan sebagai pengadaan bibit. “Jangan sampai ini hanya bisnis bibit," imbuhnya.
Menurutnya, pihak BNI mengekang petani pada proses pencairannya. Yakni melakukan pemblokiran setelah proses pencairan awal untuk kebutuhan pengelolaan lahan.
Akibatnya kata dia, petani harus meminta rekomendasi pihak BNI ketika ingin melakukan proses pencairan lanjutan.
“Misalnya sekarang dicairkan 8 juta untuk biaya garap. setelah itu BNI melakukan blokir. Petani harus kembali mengajukan untuk melakukan proses pencairan lanjutan,” jelasnya.***