UU No 11/2020 Inkonstitusional Bersyarat, Pemerintah Teken Perppu No 2/2022, Serikat Pekerja: Ini Akal-Akalan

2 Januari 2023, 17:36 WIB
Pemerintah resmi menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja pada Jumat, 30 Desember 2022. /Biro Pers Setpres/

KlikBondowoso.com - Undang-Undang (UU) Nomor 11 tahun 2020 Cipta Kerja dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Presiden Joko Widodo (Jokowi) menandatangani Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja sebagai penggantinya.

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 2 tahun 2022 tersebut disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartanto dalam keterangan pers bersama Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Polhukam) Mahfud MD serta Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej, di Kantor Presiden, Jakarta, jum'at 30 desember 2022 yang lalu. “Hari ini telah diterbitkan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 dan tertanggal 30 Desember 2022,” ujar Airlangga.

Airlangga menegaskan, penerbitan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja dilakukan dengan mempertimbangkan kebutuhan mendesak dalam mengantisipasi kondisi global, baik yang terkait ekonomi maupun geopolitik.

“Pemerintah perlu mempercepat antisipasi terhadap kondisi global, baik yang terkait dengan ekonomi, kita menghadapi resesi global, peningkatan inflasi, kemudian ancaman stagflasi,” ujar Airlangga.

Baca Juga: Kemenaker Permudah Pemilikan Rumah Bagi Pekerja

Namun, diterbitkannya Perpu nomor 2 tahun 2022 ini menimbulkan reaksi penolakan dari serikat pekerja. Perppu tersebut dinilai hanya akal-akalan untuk memaksakan penerapan Omnibus Law dan memuluskan kepentingan pemodal.

Dikutip KlikBondowoso.com dari Pikiran Rakyat, Presiden Asosiasi Serikat Pekerja (Aspek) Indonesia, Mirah Sumirat menduga terbitnya Perppu Nomor 2 Tahun 2022 ini lebih karena pemerintah dan DPR gagal memenuhi Putusan Mahkamah Konstitusi untuk melakukan perbaikan dalam dua tahun.

Pemerintah dan DPR kemudian justru memaksakan pemberlakuan Undang Undang Cipta Kerja melalui Perppu. “Ini akal-akalan untuk memaksakan Omnibus Law Undang Undang Cipta Kerja yang telah dinyatakan inkonstitusional oleh Mahkamah Konstitusi,” kata Mirah dalam keterangan pers pada Senin, 2 Januari 2023.

Ia menambahkan, Aspek Indonesia menuntut pemerintah untuk membatalkan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja dan menggantinya dengan menerbitkan Perppu Pembatalan Omnibus Law Undang Undang Cipta Kerja.

Aspek Indonesia juga menuntut agar pemerintah memberlakukan kembali Undang Undang yang ada sebelum adanya Undang Undang Cipta Kerja.

Baca Juga: Ratusan Pekerja Migran Pulang ke Indonesia, Setelah Berbulan-Bulan Terlantar di Perairan Taiwan

Ia mengatakan, telah mempelajari isi salinan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 yang beredar di masyarakat. Menurutnya, isinya hanya salin ulang dari isi Undang Undang Cipta Kerja, yang ditolak oleh masyarakat termasuk serikat pekerja.


“Kalaupun ada perbedaan redaksi, ternyata isi Perppu Nomor 2 Tahun 2022 justru semakin tidak jelas dan tidak ada perbaikan sebagaimana yang dituntut oleh serikat pekerja,” katanya.

Menurut Mirah, berbagai hal yang dituntut oleh serikat pekerja, ternyata dalam Perppu Nomor 2 Tahun 2022 akan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah lagi. Dengan begitu, pemerintah dapat leluasa menerbitkan Peraturan Pemerintah yang hanya akan menguntungkan kelompok pemodal atau investor.

“Modus seperti ini sudah menjadi rahasia umum, karena sejak awal Omnibus Law Undang Undang Cipta Kerja memang didesain oleh dan untuk kepentingan pemodal, bukan oleh dan untuk kepentingan rakyat,” katanya.

Baca Juga: Baim Wong Temui Mbah Sunardi, Pekerja Tebu yang Dibayar Pakai Uang Mainan di Lampung, Viral di TikTok

Prinsip penolakan

Mirah mengatakan, ada dua alasan prinsip perlunya Perppu Pembatalan Omnibus Law Undang Undang Cipta Kerja.

Pertama, alasan formil yang terkait putusan Mahkamah Konstitusi pada 25 November 2021 dimana lemga tersebut memutuskan Undang Undang Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat dengan kewajiban kepada Pemerintah untuk melakukan perbaikan dalam jangka waktu dua tahun.

Selain itu, menangguhkan segala tindakan atau kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas serta larangan menerbitkan peraturan pelaksana baru sebagai turunan dari Undang Undang Cipta Kerja.

Menurut Mirah, demi memenuhi rasa keadilan masyarakat dan memberikan kepastian hukum sesuai Putusan Mahkamah Konstitusi, maka Pemerintah seharusnya menerbitkan Perppu untuk membatalkan Undang Undang Cipta Kerja, dan mengembalikan berlakunya seluruh Undang Undang yang terdampak Omnibus Law.

Termasuk kembali memberlakukan Undang Undang No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan beserta seluruh peraturan turunannya.

Alasan kedua perlunya Perppu Pembatalan Omnibus Law Undang Undang Cipta Kerja, menurut Mirah, adalah terkait aspek materiil.

Ia menuturkan, dampak buruk Omnibus Law Undang Undang Cipta Kerja, khususnya kluster Ketenagakerjaan, telah membuat pekerja Indonesia semakin miskin.

Baca Juga: Lahir Dalam Ruang Gelap, Hak Berpartisipasi Disoroti Pada Revisi Omnibus Law

“Hal ini karena Undang Undang Cipta Kerja telah menghilangkan jaminan kepastian kerja, jaminan kepastian upah dan juga jaminan sosial bagi pekerja Indonesia,” katanya.

Mirah mengatakan, Aspek Indonesia menilai isi Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tidak mengakomodir tuntutan serikat pekerja, karena sistem kerja outsourcing tetap dimungkinkan diperluas tanpa pembatasan jenis pekerjaan yang jelas.

Lalu, sistem kerja kontrak tetap dimungkinkan dapat dilakukan seumur hidup, tanpa kepastian status menjadi pekerja tetap. Sistem upah yang tetap murah, karena tidak secara tegas menetapkan upah minimum harus berdasarkan inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan kebutuhan hidup layak.

Kemudian, masih hilangnya ketentuan upah minimum sektoral provinsi dan kota/kabupaten. Tetap dimudahkannya pemutusan hubungan kerja (PHK) secara sepihak oleh perusahaan. Termasuk hilangnya ketentuan PHK harus melalui Penetapan Pengadilan.

Selain itu, berkurangnya kompensasi pemutusan hubungan kerja (PHK) pesangon dan penghargaan masa kerja. Kemudahan masuknya tenaga kerja asing (TKA), bahkan untuk semua jenis pekerjaan yang sesungguhnya bisa dikerjakan oleh pekerja Indonesia.

“Terbitnya Perppu Nomor 2 Tahun 2022 hanya semakin menegaskan bahwa rakyat Indonesia selama ini hanya dijadikan obyek untuk keuntungan pemilik modal, yang memanfaatkan DPR selaku legislatif dan Pemerintah selaku eksekutif,” kata Mirah.***(Muhammad Ashari/Pikiran Rakyat)

Editor: N.A Pertiwi

Sumber: Pikiran Rakyat

Tags

Terkini

Terpopuler