Hadir di Unej, Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron Sentil Kebiasaan Kecil Gratifikasi yang Sempat Ia Larang

- 22 Oktober 2021, 16:08 WIB
Wakil Ketua KPK RI, M. Nurul Ghufron saat memberi kuliah umum di Unej pada Jumat 22 Oktober 2021.
Wakil Ketua KPK RI, M. Nurul Ghufron saat memberi kuliah umum di Unej pada Jumat 22 Oktober 2021. /Humas Unej

Begitu pula Program Merdeka Belajar-Kampus Merdeka (MBKM) yang kini digalakkan menurut Ghufron jangan hanya ditekankan pada link and match dengan industri semata, namun juga harus pada usaha bagaimana agar lulusan perguruan tinggi menjadi kader-kader antikorupsi.

“Oleh karena itu KPK bekerjasama dengan dunia perguruan tinggi, seperti yang kita lakukan dengan Universitas Jember. Kami juga membangun sistem tata kelola yang baik, dan bersinergi dengan lembaga lain guna merumuskan tata kesejahteraan yang adil berlandaskan profesionalisme,” imbuh mantan Dekan Fakultas Hukum Universitas Jember.

Ghufron mengingatkan keluarga besar Universitas Jember agar tetap mewaspadai potensi tindak pidana korupsi yang bisa muncul di mana saja, termasuk di dunia pendidikan.

Pria asli Madura ini lantas memaparkan data dari Indeks Perilaku Anti Korupsi (IPAK) KPK tahun 2020. Ternyata 80 persen orang tua siswa memberikan hadiah bagi guru setelah proses kenaikan kelas di sekolah. Begitu pula di saat mahasiswa ujian akhir, seringkali membawa konsumsi bagi dosen penguji.

“Ini kebiasaan yang jika dibiarkan bakal menjadi budaya gratifikasi yang tergolong korupsi walau mungkin niatnya untuk berterima kasih. Saat saya menjadi Dekan Fakultas Hukum Universitas Jember, kebiasaan ini saya larang,” katanya.

Dalam sesi diskusi, Ketua LP2M, Prof. Yuli Witono yang hadir secara daring menanyakan apakah politik biaya tinggi memicu tindak pidana korupsi di Indonesia ? Sementara itu M. Hakim, mahasiswa Hubungan Internasional mengusulkan hukuman pemiskinan bagi koruptor.

Menanggapi pertanyaan Prof. Yuli Witono, Wakil Ketua KPK membenarkan fakta bahwa politik biaya tinggi berkontribusi memunculkan tindak pidana korupsi, karena kepala daerah yang terpilih berusaha mengembalikan modal saat mengikuti pemilihan kepala daerah. Ghufron juga setuju hukuman pemiskinan bagi koruptor diberlakukan.

“Di Belanda penjara lowong, sebab ada hukuman pemiskinan bagi terpidana korupsi bahkan mereka ditambahi melakukan hukuman kerja sosial seperti menjadi pembersih fasilitas umum sambil mengenakan seragam yang bertuliskan koruptor," jawab Nurul Ghufron.

Baca Juga: Tips Supaya Bangun Subuh Menurut Ustad Khalid Basalamah

"Jadi terpidana korupsi atau juga tindak pidana lain tidak selalu menghabiskan waktu di penjara. Namun, tentu aturan pemiskinan bagi koruptor serta sistem pemilihan kepala daerah yang adil menjadi ranah eksekutif dan legislatif untuk merumuskan undang-undangnya. Kami di KPK beserta Polri dan Kejaksaan menjadi pelaksana dari undang-undang dan aturan yang ada,” lanjut Nurul Ghufron.

Halaman:

Editor: Sholikhul Huda

Sumber: UNEJ


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah