Ramai Masalah Pupuk Bersubsidi di Bondowoso, Bareskrim Polri Ternyata Sudah Ungkap Modus Seperti Ini

- 1 Februari 2022, 09:49 WIB
Ilustrasi. Ini Foto Ungkap kasus penyalahgunaan pupuk bersubsidi di Nganjuk
Ilustrasi. Ini Foto Ungkap kasus penyalahgunaan pupuk bersubsidi di Nganjuk /Portal Nganjuk

KlikBondowoso.Com - Akhir Januari 2022, ramai masalah pupuk di Kabupaten Bondowoso.

Khususnya di Kecamatan Pakem. Ada indikasi permainan distribusi yang 'ngakal-ngakali' petani yang mayoritas tak tahu aturan.

Namanya dicatut telah membeli pupuk pada 2021. Nyatanya tidak membeli. Dalam laporan di T-Pubers, serapannya ada.

Investigasi KlikBondowoso.Com orangnya mengaku tak membeli pupuk sebanyak yang terlapor di T-Pubers 2021.

Hal ini diutarakan N, warga Desa Sumber Dumpyong, Kecamatan Pakem, Kabupaten Bondowoso pada 25 Januari 2022.

"Saya tidak pernah beli kalau tahun 2021," terangnya kepada KlikBondowoso.Com.

Namun namanya ada di laporan pembelian tahun 2021. Dan menyerap pupuk bersubsidi.

Tidak hanya N, banyak warga lain ada yang mengalami hal yang sama. Dan anehnya penyerapan pupuk bersubsidi pada 2021, sisanya dari 819,251 ton, tidak sampai sisa 1 ton. Hanya 0,251 ton saja.

Wilayah Pakem, distributornya adalah PT. Kharisma Sejahtera.

Baca Juga: Komisi Pemilihan Umum (KPU) Umumkan Jadwal Pemungutan Suara 2024, Berikut Tanggalnya

Baca Juga: Pemain Timnas Indonesia, Alfeandra Dewangga Mengaku Pernah Ingin Pensiun dari Dunia Sepakbola

Terpisah, dittipideksus Bareskrim Polri telah membongkar penyalahgunaan pupuk bersubsidi di wilayah distribusi Mauk dan Kronjo, Kabupaten Tangerang.

Tindak pidana itu mengakibatkan negara merugi hingga miliaran rupiah.

“Alokasi pupuk tidak tepat sasaran, merugikan petani yang seharusnya menerima dan merugikan negara mencapai Rp30 Miliar,” kata Dirtipideksus Bareskrim Polri Brigjen Whisnu Hermawan, dilansir dari humas.polri.go.id, Senin (31/1/2022).

Whisnu menjelaskan, kasus tersebut terbongkar setelah mendapat informasi dari masyarakat pada Minggu (30/1/2022).

Polisi kemudian menyelidiki tindak pidana yang diduga dilakukan pemilik Kios Pupuk Lengkap (KPL), AEF dan MD.

Whisnu menuturkan, modus operasi para pelaku berbekal sistem elektronik rencana definitif kebutuhan kelompok (eRDKK) yang terdapat daftar penerima fiktif, bukan petani. Bahkan, kata Whisnu, terdapat penerima yang sudah meninggal dunia.

“Kemudian alokasi tersebut didistribusikan ke pihak yang tidak berhak, dengan harga Rp4.000/kg di atas HET (Harga Eceran Tertinggi) sebesar Rp2.250/kg untuk pupuk urea,” tutur jenderal bintang satu itu.

Dari kasus ini, Polisi menyita sejumlah barang bukti, yakni
- dua mobil pick up, enam bundel dokumen e-RDKK Tahun Anggaran 2020-2022,
- satu bundel dokumen rekap penjualan dan fotokopi KTP petani periode Tahun Anggaran 2020-2022,
- lima buku dan kartu petani, satu mesin EDC keluaran Bank BRI,
- 400 karung pupuk urea bersubsidi dengan berat total 20 ton,
- 200 karung pupuk phonska bersubsidi dengan berat total 10 ton,
- 30 karung pupuk organik bersubsidi berat total 1,5 ton,
- uang penjualan pupuk bersubsidi Rp8 juta di Kios Pupuk Lengkap milik AEF dan MD.

Baca Juga: Kondisi Terbaru Pemian Persib Bandung dan Klub Lainnya: Info Terbaru Dari Operator Liga 1

Kedua tersangka dijerat pasal berlapis, yaitu Pasal 6 ayat 1 huruf (b) Jo Pasal 1 sub 3 (e) Undang-Undang Darurat Nomor 7 tahun 1955 tentang Tindak Pidana Ekonomi dan/atau Pasal 21 ayat 1 Jo Pasal 30 ayat 2 Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 15/M-DAG/PER/4/2013 tentang Pengadaan dan Penyaluran Pupuk Bersubsidi Untuk Sektor Pertanian dan/atau Pasal 12 ayat 1 dan 2 Peraturan Menteri Pertanian Nomor 49 Tahun 2020 tentang Alokasi dan Harga Eceran Tertinggi Pupuk Bersubdisi Sektor Pertanian Tahun Anggaran 2021 dan/atau Jo Pasal 4 ayat 1 huruf (a) Jo Pasal 8 ayat 1 Peraturan Perundang-Undangan Nomor 8 Tahun 1962 tentang Perdagangan Barang Dalam Pengawasan dan/atau;

Pasal 2 ayat 1 dan ayat 2 Peraturan Presiden Nomor 15 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 77 Tahun 2005 tentang Penetapan Pupuk Bersubsidi Sebagai Barang Dalam Pengawasan dan/atau Pasal 263 ayat 1 dan/atau ayat 2 KUHP dan/atau Pasal 2 dan/atau 3 dan/atau 5 ayat 1 dan/atau 12 B ayat 1 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan/atau Pasal 3 dan/atau Pasal 4 dan/atau Pasal 5 dan/atau Pasal 6 dan/atau Pasal 10 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) Jo Pasal 55 KUHP dan Pasal 56 KUHP.

“Dengan ancaman hukuman di atas enam tahun penjara,” pungkas Whisnu.***

Editor: Sholikhul Huda

Sumber: Berbagai Sumber


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah