Kultum Ramadhan, Sedihnya Wanita Haid pada Bulan Ramadhan

24 Maret 2023, 20:05 WIB
Ilustrasi wanita haid pada bulan Ramadhan. /Pexels/ALEX SAHARCHUK/

KlikBondowoso.com - Simak teks kultum Ramadhan atau ceramah singkat tentang sedihnya wanita haid pada Bulan Ramadhan.

Salah satu indikasi wanita sudah baligh adalah mengeluarkan darah menstruasi atau haid.

Dalam aturan Islam, terdapat batasan-batasan ibadah untuk wanita baligh yang mengalami haid.

Baca Juga: Doa Berbuka Puasa Lengkap Bacaan Arab, Latin, dan Artinya, Bekal Ibadah Ramadhan 2023

Seorang wanita yang sedang haid tidak berkewajiban melaksanakan shalat dan puasa termasuk pada Bulan Ramadhan ini.

Dikutip klikbondowoso.com dari laman ngaji.id, inilah teks kultum Ramadhan atau ceramah singkat tentang sedihnya wanita haid pada Bulan Ramadhan yang disampaikan oleh Ustadz Muhammad Nuzul Dzikry, Lc.

Sedihnya Wanita Haid pada Bulan Ramadhan

Pertanyaan:

Adakah nasehatnya untuk melipur lara bagi para sisters yang sedang dirundung duka nestapa ini, ustadz?

Baca Juga: Doa Puasa Hari Ketiga Ramadhan dan 3 Keutamaan Menjalani Puasa Ramadhan

Jawaban:

Alhamdulillah.. Wash shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,

Yang pasti ada (nasihatnya) ya..

Yang pertama, sarannya adalah bersedih. Kenapa demikian? Karena ketika seorang wanita bersemangat untuk beribadah, mempunyai ekspektasi (harapan) besar di Ramadhan, lalu qodarullah datang bulan sehingga dia nggak bisa shalat, dia nggak bisa puasa lalu dia sedih karena dia nggak bisa beribadah, maka sedihnya itu adalah bukti keimanan di dalam sanubarinya. Dan sedihnya itulah yang akan membuatnya mendapatkan pahala dari Allah Subhanahu wa Ta’ala dan bisa mendapatkan pahala seperti saudari-saudarinya yang lain yang dalam kondisi normal, mereka berpuasa dan shalat.

Kita masih ingat apa yang terjadi di Perang Tabuk. Ketika itu Nabi Shallallahu’ Alaihi wa Sallam akan berperang bersama para Sahabatnya, akan berjihad. Lalu ada sebagian Sahabat yang miskin, yang nggak punya modal, yang nggak punya uang, sehingga itu menyebabkan mereka nggak bisa ikut bersama rombongan dan kafilah jihad Nabi Shallallahu’Alaihi wa Sallam. Karena zaman dahulu, jihad pun butuh modal dari masing-masing person (orang), nggak bisa di-cover semua oleh Nabi Shallallahu’Alaihi wa Sallam.

Akhirnya mereka menghadap kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, mereka mengadukan kondisi mereka yang ingin banget ikut berjihad bersama Nabi mereka tercinta Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, tapi nggak mampu, nggak punya uang, nggak punya bekal. Maka Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam meminta maaf kepada mereka dan menyampaikan bahwa beliau benar-benar nggak bisa mengajak mereka untuk kali ini.

Baca Juga: Jangan Salah Baca ! Berikut Ini : Tata Cara dan Bacaan Doa Buka Puasa Asyura Arab, Latin, serta Terjemahan

Komunikasi itu diabadikan di dalam Surat at-Taubah ayat 92. Dan di ayat tersebut mari kita melihat bagaimana Allah menyampaikan perihal mereka.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :

تَوَلَّوْا وَأَعْيُنُهُمْ تَفِيضُ مِنَ الدَّمْعِ حَزَنًا أَلَّا يَجِدُوا مَا يُنْفِقُونَ

“Lalu mereka kembali (pulang ke rumah mereka) dan mereka pulang dalam kondisi air mata menetes karena kesedihan lantaran mereka tidak punya uang untuk berinfaq fii sabilillah.” (QS. At-Taubah[9]: 92)

Teman-teman yang dirahmati oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, khususnya para wanita dan para ibu-ibu, Sahabat yang Allah firmankan dalam Surat At-Taubah: 92 adalah para Sahabat yang dikatakan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dalam hadits yang shahih, “Tidaklah kalian wahai para Sahabatku! (Nabi sampaikan ini ketika Perang Tabuk) melewati sebuah gunung atau sebuah lembah, kecuali Sahabat-sahabat kalian di kota Madinah yang tidak bisa ikut dengan kalian karena tidak punya bekal dan dana, kecuali mereka mendapatkan pahala seperti pahala kalian.”

“Pahala seperti pahala kalian.” Kenapa?

حَبَسَهُمُ العُذْرُ

“..mereka dihalangi oleh udzur” (HR. Muslim)
Mereka nggak bisa berangkat, nggak bisa beribadah, nggak bisa berjihad bersama dengan kita karena ada alasan syar’i. Sekarang saya tanya kepada kalian, apakah haid atau mens atau nifas merupakan alasan syar’i atau tidak? Alasan syar’i! Maka illat-nya sama!
Oleh karena itu apabila seorang wanita semangat ’45’ untuk beribadah khususnya ketika sudah masuk 10 hari terakhir Ramadhan, dia akan terpukul sekali. Ketika sedang mencari Lailatul Qadar hari ke-21 jam 5:45, haid. Nyesek tuh!!

Nah kondisi itu menunjukkan adanya iman. Dan sedih mereka itu yang bisa mengantarkan mereka mendapatkan pahala dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Jadi, sedih itu penting, jangan diganti!! Sedih itu menunjukkan tanda keimanan dan mendapatkan pahala seperti saudara-saudari mereka yang tetap beribadah di hari-hari istimewa ini.

Point kedua, semua kita, khususnya para wanita, para para ibu-ibu dan para sisters, kita harus kembali meresapi dan menyelami apa tugas kita di dunia?

Allah Subhanahu wa Ta’ala menyatakan dalam Surat Az-Dzariyat 56:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ

“Tidaklah aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada diriku.”

Jadi tugas kita itu untuk beribadah! Nah, pertanyaan besarnya “apa arti ibadah?”

Di sini terjadi penyempitan di benak banyak orang. Mereka berpikir bahwa ibadah hanya shalat, hanya puasa, hanya dzikir. Padahal kalau kita membuka buku tafsir klasik, maka kita akan menemukan penjelasan ibadah dalam ayat ini dari lisan Al-Imam Mujahid, murid dari Abdullah bin Abbas. Kata Imam Mujahid, makna ibadah dalam ayat adalah :

لِآمْرَهُمْ وَأَنَهَاهُمْ

“(untuk) Aku perintah dan (untuk) Aku larang.”

Jadi, ayat tersebut diterjemahkan “tidaklah Ku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk Aku perintah dan Aku larang”, itulah makna ibadah.

"Jadi, ketika kita mengerjakan perintah-perintah Allah, kita sedang beribadah. Dan sebaliknya, pada saat kita menjauhi larangan-larangan Allah, kita pun sedang beribadah".

Kita masuk ke dalam konteks (pembahasan) kita. Ketika wanita sedang haid atau menstruasi, ada larangan atau tidak dari Allah kepada mereka? Jawabannya ada! Mereka dilarang shalat, dilarang puasa, maka ketika mereka tidak shalat dan tidak puasa karena Allah, niatnya untuk menjalankan syariat Allah, maka mereka sedang beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Misalnya tanggal 21 nggak puasa, tanggal 22 nggak puasa, tanggal 23 nggak puasa karena menjalankan syariat Allah, maka dia sedang beribadah.

Misalnya malam 21 nggak tahajud, nggak shalat ‘Isya, nggak shalat Maghrib, lalu malam 22 juga demikian sampai malam ke-30 Nggak ada Qiyamul Lail, nggak ada tahajud karena menjalankan syariat Allah, maka mereka sedang beribadah di 10 malam terakhir di bulan Ramadhan. Pahala? Jelas (mendapatkan) pahala! Dari sinilah kita perlu meniatkan dan menanamkan niat.

Jadi seorang wanita yang masuk waktu subuh niatnya nggak shalat subuh karena menjalankan syariat Allah Subhanahu wa Ta’ala, maka dia akan mendapat pahala. Ini yang blank spot banyak wanita baik di Ramadhan dan juga di luar Ramadhan.

Maka tanamkan niat dalam hati bahwa tidak shalat maghrib karena menjalankan syariat Allah, tidak shalat ‘Isya menjalankan syariat Allah, begitu masuk waktu subuh tidak puasa hari ini karena menjalankan syariat Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Adapun wanita pada saat mens, senang. Lalu sebelum tidur dia katakan, “Allahamdulillah gua lagi mens , gua bisa bangun jam 9 pagi dan gua bisa makan bakso Mang Udin bakso kesukaan gua“, maka dia nggak dapat pahala sama sekali!! Karena dia senang, ngga ada sedih dan dia dalam rangka makan bakso, bukan menjalankan syariat Allah Subhanahu wa Ta’ala. Jadi, ini adalah modal berharga.

Point ketiga, segera move on, artinya kerjakan lumbung pahala yang lain. Masih banyak ibadah-ibadah yang bisa dikerjakan di hari-hari mulia ini. Dia bisa berdzikir, jangan lupa dzikir pagi petang karena Nabi Shallalahu ‘alaihi wa Sallam bersabda:

كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَذْكُرُ اللَّهَ عَلَى كُلِّ أَحْيَانِهِ

“Dahulu Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berdzikir kepada Allah dalam setiap keadaannya.” (HR. Muslim)

Nabi itu berdzikir dalam segala kondisi (baik dalam kondisi suci atau tidak suci). Jadi, banyak dzikir, atau dia murojaah hafalan al-Qurannya atau dia membaca Al-Quranul Karim, dia bisa berinfak dan bersedekah, dia bisa mainkan hatinya, dia berdo’a kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, Sehingga InsyaAllah peluang dia dengan saudaranya atau saudarinya yang tidak terkena haid atau mens atau nifas sama dalam mendapatkan predikat taqwa dan juga sama dalam mencari Lailatul Qadar.

Mungkin ini yang bisa disampaikan, dan semoga istri-istri kita dan adik-adik kita, kakak-kakak perempuan kita, ibu-ibu kita, tante-tante kita dan para wanita yang lain bisa tetap fokus mencari predikat taqwa dan Lailatul Qadar di Ramadhan kali ini.***

Editor: Muhammad Irwanzah

Sumber: Ngaji.id

Tags

Terkini

Terpopuler