Kultum Ramadan tentang Kehidupan Singkat di Dunia Ibarat Pagi Menuju Duha

25 Maret 2023, 07:10 WIB
Ilustrasi masjid yang digunakan sebagai tempat untuk sholat Jumat dan menyampaikan khutbah Jumat. /Pexels / Mariakray.

KlikBondowoso.com – Semua makhluk yang bernyawa di dunia akan merasakan kematian pada waktunya.

Pada naskah kultum Ramadan ini dijelaskan jika kehidupan di dunia tidak kekal dan akan terasa singkat ibarat waktu pagi menuju duha.

Takdir kematian ini tidak bisa dihindari dan tak memandang usia muda atau tua, serta jenis kelamin pria atau wanita.

Baca Juga: Kultum Ramadhan Singkat 2023, Mungkin Ini Ramadhan Terakhir Kita

Oleh karena itu, setiap manusia hendaknya mempersiapkan diri untuk menyambut kematian yang tidak tahu kapan waktunya.

Dikutip Klikbondowoso.com dari laman UNIDA Gontor, berikut teks kultum Ramadan tentang menyikapi kehidupan singkat di dunia, oleh Al Ustaz M. Faqih Nidzom, M.Ag.

Syeikh Shalih al-Munajjid menjelaskan tentang makna dunia dan alasan penyebutannya sebagai “الدنيا”. Setidaknya ada tiga hal:

Baca Juga: Kultum Ramadhan, Sedihnya Wanita Haid pada Bulan Ramadhan

Pertama, karena dunia (al-hayātu ad-dunyā) terambil kata danī’ yg berarti rendah seperti posisi dan jabatan manusia di dunia menunjukkan itu. Berbeda dengan surga (jannah) yang bersifat ‘āliyah (tinggi). Allah SWT berfirman:

فِی جَنَّةٍ عَالِیَةٍ

Dalam surga yang tinggi. [Surat Al-Haqqah 22]

Kedua, karena singkatnya waktu kehidupan di dalamnya, seperti ditunjukkan dalam beberapa ayat dalam Al Quran. Perumpamaan singkatnya adalah seperti waktu pagi menuju duha.

Baca Juga: Doa Berbuka Puasa Lengkap Bacaan Arab, Latin, dan Artinya, Bekal Ibadah Ramadhan 2023

Allah SWT berfirman:

كَأَنَّهُمۡ یَوۡمَ یَرَوۡنَهَا لَمۡ یَلۡبَثُوۤا۟ إِلَّا عَشِیَّةً أَوۡ ضُحَىٰهَا

Pada hari mereka melihat hari berbangkit itu, mereka merasa seakan-akan tidak tinggal (di dunia) melainkan (sebentar saja) di waktu sore atau pagi hari. [Surat An-Nazi’at 46]

Dalam ayat lain, Allah berfirman:

كَأَنَّهُمۡ یَوۡمَ یَرَوۡنَ مَا یُوعَدُونَ لَمۡ یَلۡبَثُوۤا۟ إِلَّا سَاعَةً مِّن نَّهَارِۭۚ بَلَـٰغٌۚ فَهَلۡ یُهۡلَكُ إِلَّا ٱلۡقَوۡمُ ٱلۡفَـٰسِقُونَ

Pada hari mereka melihat azab yang diancamkan kepada mereka (merasa) seolah-olah tidak tinggal (di dunia) melainkan sesaat pada siang hari. (Inilah) suatu pelajaran yang cukup, maka tidak dibinasakan melainkan kaum yang fasik. [Surat Al-Ahqaf 35]

Ibarat lain, celupan tangan kita, dunia hanyalah tetesan air darinya, sedikit dan cepat menetes, tapi menentukan nasib kita di akhirat.

Ketiga, ad-dunyā berasal dari akar kata (د ن ي) yang salah satu bentuknya adalah دناءة, yang berarti kehinaan.

Dunia diibaratkan seperti tong sampah bau busuk, tapi manusia malah berlomba-lomba meraihnya. Jika pun ada nikmatnya, ia sejatinya hanya seperti ujung sayap nyamuk, sangat kecil.

Dalam sebuah riwayat, diceritakan bahwa suatu hari Umar bin Khattab sedang berjalan bersama para sahabat, lalu mereka melewati sebuah tempat sampah dan para sahabat menutupi hidung mereka. Umar bin Khattab lalu menjelaskan bahwa seperti itulah dunia.

Dari Sahl bin Sa’id as-Sa’idi radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لَوْ كَانَت الدُّنْيَا تَعْدِلُ عِنْدَ الله جَنَاحَ بَعُوضَةٍ ، مَا سَقَى كَافِراً مِنْهَا شَرْبَةَ مَاءٍ

“Seandainya dunia ini di sisi Allah senilai harganya dengan sayap nyamuk niscaya Allah tidak akan memberi minum barang seteguk sekalipun kepada orang kafir” (HR. Tirmidzi, dan dia berkata: ‘hadits hasan sahih’)

Kesimpulan

Maka secara sederhana bisa kita gambarkan bahwa dunia itu rendah secara geografis, singkat secara waktu, dan hina secara hakikat. Dengan memahami hal ini, sikap kita yang benar adalah tidak lalai terhadapnya, tidak menghabiskan waktu untuk sesuatu yang sia-sia.

Jangan sampai kita menjadi apa yang disebut dalam ayat “Bal tu’tsirūna al-hayāh ad-dunyā wal ākhiratu khayrun wa abqā”.

Sebaliknya, kita menggunakan kehidupan di dunia ini sebagai ladang amal, untuk bekal menuju akhirat yang kekal. Tentu kita tahu, orang yang beruntung adalah ia yang ringan beban dosanya, berat timbangan amalnya.

Wallāhu A’lam.***

Editor: Muhammad Irwanzah

Sumber: UNIDA Gontor

Tags

Terkini

Terpopuler