Wajib Tau! Definisi, Ciri-ciri, dan Penyebab Covidiot Warriors Ala Ridwan Kamil Gubernur Jawa Barat.

- 24 Juni 2021, 16:00 WIB
Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil mengutip pernyataan Imam Syafi'i sebagai tips menghadapi Covidiots Warriors.*
Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil mengutip pernyataan Imam Syafi'i sebagai tips menghadapi Covidiots Warriors.* /Tangkapan layar Instagram @ridwankamil

KlikBondowoso.com – Ridwan Kamil atau bisa dipanggil Kang Emil, Gubernur Jawa Barat melalui unggahan di akun media sosial pribadinya menyinggung soal ‘Covidiots Warriors’ (Prajurit Covidiot).

Dalam unggahannya di Instagram pada Rabu, 23 Juni 2021 tersebut, dia memberikan tips kepada masyarakat untuk menghadapi kelompok Covidiots Warriors ini.

"Tips menghadapi Covidiots Warriors. Mari fokus bekerja dan berikhtiyar menyelesaikan pandemi yang ada disekitar kita" tulis Ridwan Kamil.

Baca Juga: Permintaan Presiden Kepada Gubernur sampai Bupati, saat Covid-19 Meningkat Tajam

Lalu, apa sebenarnya arti ‘Covidiot’ itu?

Dikutip KlikBondowoso dari Pikiran-Rakyat.com yang berjudul "Apa Itu Covidiot? Berikut Definisi, Ciri-ciri, dan Penyebabnya" dalam situs Health, kamus Macmillian mendefinisikan Covidiot sebagai “Istilah ‘penghinaan’ bagi seseorang yang mengabaikan anjuran atau petunjuk kesehatan tentang Covid-19”.

Pada dasarnya, Covidiot tidak menganggap Covid-19 dan risiko virus corona sebagai sesuatu yang serius, terlepas dari apa yang disampaikan oleh Pemerintah dan komunitas kesehatan global.

Pada saat yang sama, mereka juga mungkin terlibat dalam perilaku egois yang tidak menganggap terhadap sesuatu yang berhubungan dengan memperlambat serta menghentikan penyebaran virus corona sebagai suatu kebaikan yang besar.

Siapa saja yang memenuhi syarat sebagai Covidiot?

Istilah tersebut ditujukan kepada orang-orang ‘bodoh’ yang bersikap seolah-olah tidak ada yang berubah setelah adanya pandemi, dan mengatakan bahwa Covid-19 adalah tipuan atau berlebihan.

Baca Juga: Fakta atau Hoax: Video Jenazah Covid-19 di Probolinggo Matanya Diambil, ini Faktanya

Bahkan, di Indonesia masih banyak masyarakat yang mempercayai teori konspirasi dan hoaks yang menyesatkan soal Covid-19.

Covidiot juga merasa marah ketika diminta untuk menggunakan masker dan protokol kesehatan lainnya, serta menganggap Covid-19 ‘hanya flu’.

Mereka juga mungkin menyatakan bahwa mengabaikan pedoman jarak jauh sosial dan peraturan lokal sebagai hak konstitusionalnya, dan mengadakan atau pergi ke pesta yang digelar tanpa berpedoman pada protokol kesehatan pencegahan Covid-19.

Kenapa orang memilih untuk berperilaku yang berisiko seperti ini?

Para ahli mengatakan penyebab adanya ‘Covidiot’ agak membingungkan, sebab Covid-19 adalah penyakit yang sangat menular dan berbahaya, yang harus ditanggapi secara serius.

Baca Juga: Kasus Covid-19 di Bondowoso Melonjak, 6 Puskesmas Lockdown, 2 Dinas WFH dan Satu Warung Tutup

Meski begitu, terdapat beberapa alasan yang mungkin dapat membantu menjelaskan kenapa seseorang bertindak seperti Covidiot:

1. Mereka dalam penyangkalan (Denial)

Seorang Psikolog dari New Hampshire, John Mayer mengatakan bahwa beberapa orang tidak memahami pentingnya situasi ini.
“Mereka menyangkal bahwa virus itu ada atau sama buruknya dengan yang diproyeksikan media. Penolakan ini juga meluap-luap dalam kesombongan palsu ‘saya tidak akan terinfeksi’,” tuturnya.

2. Mereka tidak mendapatkan konsekuensi potensial dari tindakan mereka

Dekan senior untuk penelitian klinis dan terjemahan di Universitas dari Sekolah kedokteran dan sains biomedis Buffalo Jacobs, Timothy Murphy mengatakan para Covidiot cenderung berpikir mereka kebal terhadap virus atau tidak akan sakit parah.

Meski mereka berada dalam kondisi yang mungkin baik-baik saja, tidak berarti orang yang berinteraksi juga akan mengalami hal yang sama.

“Mereka mungkin terinfeksi, menyebarkan virus itu, dan menularkannya kepada seseorang yang akan sakit dan mati. Dalam banyak hal, itu adalah tanggung jawab sosial bagi orang untuk berkomitmen dan mengurangi penyebaran virus,” tutur Timothy Murphy.

3. Mereka berpikir mereka memberontak

Dr. Watkins mengatakan bahwa sebagian dari populasi Covidiot hanya tidak ingin berkompromi dan memberontak terhadap norma-norma sosial.

“Hal ini telah dianggap diterima di masa lalu, tetapi tidak sekarang, di tengah suatu pandemi yang mematikan,” ujarnya.

Baca Juga: Update Covid-19 di DKI, Anies Baswedan : 180 jenazah dikuburkan dengan prosedur Covid-19

4. Mereka cemas

Ketua Departemen Psikiatri di Rutgers New Jersey Medical School, Petros Levounis mengatakan pada saat ketidakpastian dan kekhawatiran meningkat, orang-orang cenderung berpartisipasi dengan lebih ekstrem.

“Beberapa orang sangat waspada, sementara yang lain mengatakan ‘Lagi pula tidak ada yang tahu apa-apa, dan saya tidak akan memakai masker’,”

5. Mereka impulsif

Hal ini kemungkinan besar terjadi setelah berbulan-bulan hidup di bawah pembatasan lokal, sehingga beberapa orang menjadi lebih impulsif.

“Dan ada hal-hal tertentu tentang impulsif yang tidak baik saat ini, seperti mengadakan pesta dengan 100 orang,” ucap Petros Levounis.

6. Mereka pikir ini bagian dari politik

Keamanan publik di tengah Covid-19 dianggap telah menjadi hal yang berkaitan dengan politik untuk orang-orang tertentu.

“Pada segmen lain, menjaga jarak dan mengenakan masker dianggap sebagai semacam isu politik, sama seperti aborsi atau pengendalian senjata,” ujar dr. Watkins.

7. Mereka egois

John Mayer mengatakan bahwa pandemi Covid-19 telah menciptakan populasi besar orang yang egois atau lebih peduli pada kepentingan diri sendiri.

“Kami telah menciptakan populasi besar orang yang lebih peduli pada kepentingan diri sendiri dan kepuasan mereka sendiri, daripada kebaikan masyarakat yang lebih besar,” katanya.***(Eka Alisa Putri/Pikiran Rakyat.com)

Editor: N.A Pertiwi

Sumber: Pikiran Rakyat


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x