Kultum Ramadhan 2023 : Hubungan Takdir dan Doa

- 23 Maret 2023, 07:25 WIB
Ilustrasi masjid/ jadwal sholat Kabupaten Ciamis dan sekitarnya hari ini
Ilustrasi masjid/ jadwal sholat Kabupaten Ciamis dan sekitarnya hari ini /Pixabay/

Disini rombongan mulai gusar. Haruskah perjalanan dilanjutkan? Atau haruskah rombongan kembali saja ke Madinah? Keputusan tegas diambil oleh Khalifah Umar RA: rombongan harus putar haluan, kembali ke kota suci. Tidak ada seorangpun yang ikut serta dijinkan meneruskan langkah. Semua harus ikut serta kembali dengan selamat.

Tapi sahabat besar Abu Ubaiydah menyanggah. Ia berpendapat lain, ijtihadnya mengatakan kalau ini bukan alasan tepat untuk pulang. “Adakah engkau hendak lari dari takdir Allah, hai amirul mukminin?” Kata beliau.

Baca Juga: Kultum Ramadhan, Alasan Banyak Maksiat Terjadi Padahal Setan Diikat di Bulan Ramadhan

“Andai saja bukan engkau yang bilang begitu…” Ujar sahabat Umar dengan nada agak mengancam, mungkin ditunjukkan pada rombongan lain. Sebab sahabat Abu Ubaydah RA adalah as-sâbiqunal awwalûn. Gelar langka para pemeluk Islam paling awal, yang oleh sejarahwan Ibn Hisyam jumlahnya hanya dicatat empat puluh orang.

Khalifah Umar RA melanjutkan dengan kata-katanya yang amat terkenal itu: hingga mirip prasati. “Ya, benar, kita lari dari takdir Allah, menuju takdir Allah.”

“Bagaimana pendapatmu, jika kau bersama seekor unta berada di jurang yang punya dua sisi, satu sisi adalah tempat yang subur, dan sisi lain adalah tempat tandus? Bukankah kalau kau gembalakan unta itu di lembah yang subur itu adalah takdir Allah? Dan bila kau gembalakan di tempat yang tandus juga adalah takdir Allah?” Tutur khalifah Umar RA menafsiri kalimatnya. Dan semua orang sepakat

Bicara takdir adalah ibarat mengurai benang kusut. Ia menghadirkan banyak spekulasi di benak banyak orang. Ada yang menafsirinya begini, ada yang menafsirinya begitu. Ada yang memandangnya macam ini, atau macam itu. Dan definisinya bagi orang awam lama-kelamaan membias. Pendapat silih berganti, tapi semua orang punya tendensi.

Ada yang bilang, doa bisa mengubah takdir. Ya, itu sabda Nabi: tak ada yang bisa menolak takdir kecuali doa. Tapi, apa maksudnya? Bukankah garis ilahi bernama takdir itu adalah hal mutlak, tak bisa digugat? Lantas pikiran yang jenuh akhirnya berkata: untuk apalah berdoa. Sebab pasti takdir tuhan akan jatuh juga. Untuk apalah menyiram benih yang telah disemai, toh kalau tuhan menakdirkannya tumbuh, akan tumbuh jua.

Dan imam al-Ghazali menjawab kejanggalan itu. Kata beliau, doa ibarat sebuah tanda. Alamat akan jatuhnya suatu perkara. “Termasuk diantara takdir Allah, adalah tertangkalnya musibah berkat doa.” Kata beliau. Sederhananya, bila Allah sudah menggariskan seorang hamba akan tertimpa musibah, maka Allah juga menggariskan hamba-Nya untuk tidak diberi kesempatan berdoa: entah karena hamba itu lupa, atau punya anggapan aneh ‘apalah artinya berdoa’. Lain cerita, bila suratan menyatakan takdir buruk tak akan terjadi, Allah mestinya akan menakdirkan hambanya untuk berdoa. Demikian Sayyid Murtadha az-Zubaydi menafsiri dawuh imam al-Ghazali.

Artinya keliru jika masih ada yang berangkat berperang tapi enggan memakai baju zirah dan tak mau menenteng pedang, lalu percaya dengan mantap, pasrah kepada tuhan kalau nanti dia akan selamat. Sebab, mungkin itulah alamat ia akan mati di medan perang: sebab Allah menakdirkannya pergi dengan tangan kosong. Sebab takdir adalah umpama “jaring” yang saling terkait: ada sebab maka ada akibat. Dan semua tidak saling bertaut. Setiap peristiwa ada hubungannya dengan peristiwa lain. “Ia yang menakdirkan kebaikan, menakdirkan kebaikan itu melalui suatu sebab. Dan Ia yang menakdirkan keburukan, juga menakdirkan suatu sebab untuk menolaknya.” Imbuh imam al-Ghazali.

Halaman:

Editor: Muhammad Irwanzah

Sumber: Lirboyo.net


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x