Al-Mawardi (w. 450 H) salah satu ulama mazhab Asy-Syafi'iyah di dalam kitab Al-Hawi Al-Kabir menuliskan sebagai berikut : فمذهب الشافعي أنه يستحب لها أن تؤم النساء فرضا ونفلا Bagi Madzhab Asy-Syafi’i, bahwasanya disunnahkan bagi wanita mengimami jama’ah wanita dalam shalat wajib dan shalat sunnah.[8]
Pendapat Keempat
4. Mazhab Al-Hanabilah Ibnu Qudamah (w. 620 H) ulama dari kalangan mazhab Al-Hanabilah di dalam kitabnya Al-Kafi fil Fiqh Imam Ahmad menuliskan sebagai berikut :
المرأة يجوز أن تؤم النساء لما تقدم، ولا يجوز أن تؤم رجلًا، ولا خنثى مشكلًا، في فرض ولا صلاة نفل.
Artinya : Dibolehkan bagi wanita mengimami wanita, sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya,baik dalam shalat wajib maupun shalat sunnah, tapi tidak untuk mengimami laki-laki atau khunsa (yang berkelamin ganda).[9]
Al-Mardawi (w. 885 H) salah satu ulama mazhab Al-Hanabilah di dalam kitabnya Al-Inshaf fi Ma'rifati Ar-Rajih minal Khilaf menuliskan sebagai berikut :
إن إمامة المرأة بالمرأة صحيحة
Artinya : Boleh bagi wanita menjadi imam bagi wanita.[10]
Pendapat Kelima
5. Mazhab Azh-Zhahiriyah Ibnu Hazm (w. 456 H) salah satu tokoh mazhab Azh-Zhahiriyah di dalam kitab Al-Muhalla bil Atsar menuliskan sebagai berikut :
فإن صلين جماعة، وأمتهن امرأة منهن فحسن؛ لأنه لم يأت نص يمنعهن من ذلك
Artinya : Jika para wanita shalat berjama'ah, diimami seorang wanita, yang demikian itu hasan (baik), karena tidak ada dalil yang melarangan hal tersebut.[11] Wallahu’alam.***